KUMIS KUCING SOLUSI PENYAKIT ANDA

SAATNYA ANDA BERALIH KE OBAT OBATAN ALAMI UNTUK MENGHINDARI EFEK ZAT KIMIA DI TUBUH ANDA.

kumisKUMIS KUCING BERKHASIAT UNTUK MENGOBATI BERBAGAI MACAM   PENYAKIT SEJAK JAMAN NENEK MOYANG KITA, UNTUK LEBIH DETIL  CLICK KHASIAT KUMIS KUCING

MEMETIK KHASIAT TANAMAN HERBAL

SUMBER : PIKIRAN RAKYAT ONLINE

LEBIH baik mencegah daripada mengobati. Pepatah ini acap kali diucapkan oleh dokter manakala mengingatkan pasiennya untuk menjalani pola hidup yang baik.

Ya, karena selain mencegah penyakit merupakan sesuatu yang baik, juga biayanya murah. Tidak demikian halnya bila penyakit mulai akrab menghinggapi tubuh kita, biaya yang harus dikeluarkan untuk memeriksa kesehatan dan membeli obat, lebih besar. Bila sakit tidak kunjung sembuh, biaya pun membengkak.

Belakangan, akibat kondisi lingkungan yang sudah tidak lagi ramah bagi tubuh kita serta pola dan gaya hidup yang buruk, menjadikan penyakit dengan mudah singgah. Untuk mengatasinya, ada banyak upaya dilakukan, mulai dari berkunjung ke dokter, pengobatan alternatif, hingga terapi.

Namun, tidak sedikit pula mereka yang mengonsumsi obat-obatan yang berasal dari alam (tumbuhan) yang lebih dikenal dengan sebutan jamu. Belakangan lebih dikenal dengan sebutan herbal. “Obat-obatan herbal saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat kita karena faktor penggunaannya yang relatif dianggap aman,” ujar Moh. Ali Arifin Wiratmadja, salah seorang peneliti tanaman obat, dalam kegiatan diskusi di Saung Angklung Udjo Jalan Padasuka Bandung, beberapa waktu lalu.

Dikatakan Ali Arifin, tumbuhnya kepercayaan masyarakat akan obat herbal, selain semakin mudah didapatkan, kandungan pada bahan alami (herbal) umumnya bersifat seimbang dan saling menetralkan. Jadi, efek samping obat herbal jauh lebih kecil dibandingkan dengan obat sintesis (kimia).

Selain itu, obat herbal produk lokal di Indonesia sejak dulu sudah menjadi bagian dari gaya hidup para orang tua, sudah dikenal turun-temurun dan jarang menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh. “Diakui ada sejumlah tanaman obat yang belum dikenal efek toksisitasnya. Akan tetapi, belakangan banyak beredar, misalnya mahkota dewa atau buah merah papua, jahe, kunyit, sirih, kapulaga, adas, salam, lempuyang, dan lainnya,” ujar Ali Arifin.

Namun demikian, saat ini, ketika sudah menjadi bagian dari kebutuhan dan mengisi keseharian masyarakat, khususnya di perkotaan yang memiliki aktivitas tinggi, obat herbal juga dipergunakan sebagai multivitamin atau suplemen. “Hal ini tidak dapat disalahkan di mana begitu gencarnya promosi yang dilakukan pihak produser obat herbal dari dalam maupun luar. Namun, ada baiknya pengguna tidak mengkonsumsi secara berlebihan,” kata Ali Arifin menyarankan.

Pencegah penyakit

Saat ini, obat herbal tidak hanya digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit atau penahan penyakit. Namun, juga sudah banyak dipergunakan sebagai pencegah penyakit dan penambah daya tahan tubuh atau suplemen.

Khusus sebagai penghilang dan penahan rasa sakit, penggunaan obat secara majemuk (polifarmasi) tanpa penjelasan aturan pemakaian yang benar bisa menimbulkan interaksi yang merugikan. Hal ini bisa terjadi pada interaksi obat herbal dengan obat modern, atau interaksi antara obat modern yang reaksinya berlawanan, atau mengurangi efek terapi.

Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap obat-obatan herbal membuat sejumlah produsen tidak hanya melakukan penjualan melalui marketing atau sistem multilevel (ML), tetapi juga menjualnya di toko-toko, minimarket, supermarket, hingga hipermarket. “Saat ini, kebutuhan akan herbal tertentu memang cukup tinggi, tidak saja untuk obat-obatan, tetapi juga untuk menjaga stamina tubuh maupun kecantikan,” ujar Mumuh (44), salah seorang pemilik toko rempah-rempah bahan jamu di Pasar Baru Belakang.

Dikatakan Mumuh, sejak banyaknya obat-obatan herbal dari Cina, obat-obatan herbal lokal (jamu) juga turut terangkat. Selain secara ilmu pengetahuan (klinis) khasiatnya sudah teruji, pemakaiannya pun terbilang sangat mudah dan tidak membutuhkan waktu lama.

Yang menarik, pengguna obat-obatan herbal saat ini tidak hanya dari kalangan orang tua, tetapi juga anak-anak muda. “Terutama herbal yang diperuntukkan bagi kaum wanita, semisal herbal untuk menjaga tubuh maupun kulit,” ujar Mumuh.

Selain itu, herbal yang digunakan saat ini tidak hanya yang berbentuk serbuk, tetapi juga herbal dalam bentuk parutan (recahan) yang belum diracik. Demikian pula halnya dengan herbal godokan, selain kembali diminati bahan-bahannya juga banyak dicari untuk aroma terapi.

Untuk menghindari kemungkinan efek samping yang ditimbulkan pada pembeli, Mumuh terlebih dahulu mempertanyakan tujuan pembelian. “Untuk menghindari ekses pada obat herbal, biasanya saya tanyakan terlebih dahulu. Untuk amannya saya lebih menyarankan calon pembeli menggunakan herbal yang sudah teruji khasiat dan keamanan penggunaannya,” ujar Mumuh.

Namun, menurut Mumuh, saat ini obat-obatan herbal banyak dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggungjawab dengan mengeluarkan produk yang belum teruji secara klinis. Meski harga yang ditawarkan sangat tinggi karena dijanjikan berbagai khasiat, banyak masyarakat yang terbuai dan mengkonsumsi.

Akan tetapi, setelah mendapat efek samping dari penggunaan, pedagang obat herbal lainnya juga terkena komplain. “Yang perlu disikapi saat ini, jangan percaya begitu saja terhadap janji khasiat kalau tidak merasa yakin karena belum tentu harga mahal dengan segudang khasiat benar-benar cocok dikonsumsi,” ungkap Mumuh.

Butuh kesabaran

Keefektifan obat biasanya memang didasarkan atas pengalaman pasien atau pengobatan di lapangan, didukung literatur dalam maupun luar negeri. Sayang, literatur luar negeri tidak seratus persen cocok diterapkan pada kasus-kasus di sini karena kondisinya belum tentu sama, misalnya dalam hal sosial budaya.

Ketika ditanya mana yang lebih berkhasiat di antara tanaman herbal, menurut Mumuh, rebusan lebih baik karena lebih cepat diserap dan bereaksi di tubuh. Kandungannya pun masih lengkap, tak ada yang hilang atau berkurang seperti pada pemrosesan obat dalam kapsul.

Hanya, lebih repot mengonsumsi rebusan ketimbang kapsul yang tinggal telan. Namun, karena terbuat dari gelatin, bagi sebagian orang kapsul itu kurang enak ditelan, bahkan bisa membuat mual.

Memetik kesembuhan dengan obat herbal adakalanya membutuhkan kesabaran pasien karena makan waktu lebih lama ketimbang obat medis biasa. Proses penyembuhannya memang tidak seperti makan cabai, sekali kunyah terasa pedasnya. Namun, obat-obatan herbal sudah teruji dapat menyembuhkan berbagai penyakit kronis seperti diabetes, hepatitis, hipertensi, rematik, kanker, dan lain-lain.

Ini semakin menguatkan keyakinan mereka bahwa obat herbal tidak kalah dengan obat kimia dan layak menjadi bagian dari gaya hidup khususnya penderita sakit maupun mereka yang menginginkan tubuh tetap sehat.

Ya, sebagai bagian dari gaya hidup, obat-obatan herbal memang tidak ada salahnya dipergunakan. Karena selain berbahan dasar dari tetumbuhan yang ada di alam, khasiatnya juga sudah sejak berabad-abad silam diakui.

Namun demikian, dalam penggunaannya perlu disikapi secara teliti agar tidak menyesal di kemudian hari. Pergunakanlah obat herbal yang benar-benar sudah teruji khasiatnya. (Retno HY/”PR”)***